October 9, 2024

Tanggal 1 Juni, diperingati sebagai bagian dari tujuan untuk mengakhiri perampasan hak-hak anak dan meningkatkan kehidupan yang aman bagi anak-anak di seluruh dunia. Lalu bagaimana perwujudan dari tujuan global tersebut dalam konteks lokal khususnya pekerja anak?

1. Pekerja Anak dan Eksploitasi Anak

Fenomena pekerja anak di sektor pariwisata sudah lama menjadi isu global terlepas dari adanya berbagai instrumen hukum yang mengatur. Fenomena pekerja anak ini juga sering dikaitkan dengan eksploitasi anak, khususnya eksploitasi ekonomi pada anak.

Menurut Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, eksploitasi ekonomi pada anak dilakukan dengan memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materil. Eksploitasi anak dapat dilakukan oleh orang tua, wali atau pihak lainnya, baik dengan maupun tanpa persetujuan anak. Eksploitasi dilakukan dengan menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi terhadap anak.

Pengaturan mengenai perlindungan anak di Indonesia merupakan adopsi dari instrument hukum Internasional yakni Convention on the Rights of Child (CRC). Dalam CRC, batasan mengenai tindakan eksploitasi ekonomi dikerucutkan lebih detail. Eksplotasi dikerucutkan sebagai pekerjaan yang berbahaya bagi anak, mengganggu pendidikan anak maupun membahayakan kesehatan mental, fisik dan perkembangan anak.

2. Peraturan Nasional

Pada dasarnya, selama ini pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah aktif untuk mengatasi isu pekerja anak. Salah satunya adalah melalui langkah legislasi.

Dalam ranah nasional, pemerintah telah meratifikasi keputusan konvensi International Labour Organization Convention (ILO). Pertama, konvensi ILO nomor 138 tahun 1973 dengan UU nomor 20 tahun 1999 mengenai batas usia minimum diperbolehkan untuk bekerja. Kedua, konvensi ILO nomor 182 mengenai penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak yang diratifikasi dengan UU nomor 1 tahun 2000 yang kemudian diadopsi ke dalam UU nomor 13 tentang ketenagakerjaan.

Peraturan-peraturan nasional itu menjadi dasar dan landasan terbentuknya peraturan turunan di masing-masih daerah di seluruh Indonesia. Termasuk di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, pengaturan mengenai isu pekerja anak ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak. Peraturan ini sebagai acuan khusus perangkat daerah dalam melaksanakan kebijakan yang beriorientasi pada pemenuhan Hak Anak, khususnya perlindungan anak terhadap segala bentuk eksploitasi.

Berbagai aturan telah menegaskan bahwa setiap anak wajib mendapatkan perlindungan dari segala jenis eksploitasi dan menerapkan sanksi pidana bagi pelanggarnya. Namun, ironisnya fenomena ini masih kerap terjadi, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Presentase pekerja anak terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.

3. Kondisi Pekerja Anak di KEK Mandalika

Sejak kurun waktu 2019 hingga 2021, presentase pekerja anak di NTB selalu diatas rata-rata nasional. Pekerja anak di NTB sendiri masih mudah ditemui, salah satunya adalah sebagai pedagang asongan. Di KEK Mandalika sendiri, jumlah data pekerja anak yang tercatat hingga saat ini adalah sebanyak 45 anak dari Desa Rembitan dan 23 anak dari Desa Kuta.

Pedagang asongan anak ini biasanya tersebar di sepanjang pantai kuta mandalia dengan membawa dagangan berupa gelang, mainan kunci dan dompet khas Lombok. Setiap hari dari anak-anak tersebut menawarkan dagangannya kepada setiap pengunjung yang datang. Beberapa diantaranya ada yang masih duduk dibangku sekolah maupun ada yang tidak bersekolah sama sekali.

Anak-anak tersebut berjualan dari jam 11 pagi atau dari jam setelah pulang sekolah, hingga sore maupun malam hari. Kondisi anak-anak pekerja asongan tersebut pun tidak sepenuhnya dalam pengawasan orangtua. Seringkali anak-anak tersebut terlihat lesu dan kelelahan karena keliling berjualan ditengah panasnya matahari.

Pakaian yang dikenakan seringkali dipakai selama dua hari berturut-turut dan ironisnya pihak di sekitar anak terlihat tidak khawatir dengan kesehatannya selama bisa berjualan dan mendapatkan uang.

Dilansir dari Lombok Post, Plt Dinas Sosial Lombok Tengah, Lalu Wiraningsun, mengungkapkan, bahwa faktor utama penyebab fenomena ini adalah masalah ekonomi.

“Kebanyakan anak-anak tersebut berada dalam keluarga dengan ekonomi menengah kebawah sehingga hasil jualan anak tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Memang faktor tersebut bukan faktor satu-satunya,” ungkapnya.

Dalam salah satu jurnal penelitian oleh mahasiswa Universitas Mataram, beberapa anak ada yang melakukannya dengan kemauan sendiri. Seperti, karena ajakan teman sebaya maupun mengikuti aktivitas orang tua yang berjualan. Namun, fenomena tersebut tetap tidak dapat dibenarkan terlepas dari apakah pekerjaan itu merupakan keinginan anak atau bukan.

4. Pelaksanaan Perlindungan Anak: Proyek Down to Zero hingga Sanggar Gagas Foundation dan PLAN Indonesia

Disamping upaya-upaya pemerintah melalui Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan program-program lainnya, Non-Governmental Organization (NGOs) pun turut serta mengambil peran dalam memberantas isu ini.

Salah satunya adalah proyek Down to Zero atau kembali ke angka nol merupakan kegiatan yang bekerja sama dengan Yayasan PLAN Indonesia semenjak 2018-2020. Proyek dilakukan dengan tujuan untuk perlindungan anak dan pembentukan Lembaga Perlindungan Anak Desa (LPAD). Dalam proyek ini, empat aktor yang disentuh, yakni masyarakat, sektor privat (pengusaha di sekitar KEK Mandalika), pemerintah dan anak-anak .

Upaya lain juga berupa pembentukan sanggar anak desa kuta oleh Gagas Foundation. Sanggar ini menjadi pelopor dan wadah sosialisasi secara langsung kepada anak-anak di daerah sekitar. Sanggar anak tersebut diperuntukan sebagai wadah bagi anak-anak untuk belajar dan berpartisipasi dalam lingkungan mereka. Mereka diberikan kegiatan belajar mengajar, seni, musik dan kegiatan lainnya. Pemerintah Desa Kuta juga turut membantu dalam penyediaan lokasi untuk mereka berkegiatan serta fasilitas berupa buku dan rak untuk perpustakaan.

5. Hambatan dan Kendala

Terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan, namun sampai saat ini isu pekerja anak di KEK Mandalika belum dapat di hilangkan secara maksimal. Adapun hambatan utamanya adalah karena fenomena ini menyangkut kebiasaan di masyarakat.

Kebanyakan masyarakat di daerah tersebut menganggap bahwa berjualan sangat membantu perekonomian keluarga dan sudah dilakukan turun temurun. Selain itu, rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga akhirnya menyebabkan munculnya pandangan bahwa anak-anak yang bekerja di umur belia bukanlah suatu masalah, meski harus megesampingkan pendidikan.

Kendala sering kali berasal dari pihak keluarga anak yang tidak mengindahkan imbauan pemerintah. Dari segi ekonomi orang tua diuntungkan sehingga larangan pekerja anak tersebut tidak didengarkan.

Selain itu juga dilansir dari inside Lombok, bahwa fenomena pekerja anak ini bukan hanya berasal dari anak dan orang tua, melainkan ada supplier penyedia barang yang di jual (cukong), sehingga permasalahan ini harus diatasi dari akar permasalahan tersebut juga.

6. Overall View

Fase anak-anak seharusnya dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira dengan suasana aman dan mendapatkan ruang untuk perkembangan fisik, psikologis, intelektual dan sosialnya. Apabila fenomena ini tetap berlanjut, akan muncul berbagai dampak negatif seperti terganggunya pendidikan anak, putus sekolah dan isu kesehatan anak, secara mental maupun fisik. Masalah kedepannya pula, akibat rendahnya tingkat pendidikan anak akan berimbas pada rendahnya kualitas sumber daya manusia hingga kemiskinan struktural.

Oleh karena itu pemerintah harus meyusun strategi pemecahan masalah yang bersifat lebih rinci dan rigid dengan fokus pada masing-masing faktor terjadinya fenomena ini. Penegakkannya harus melibatkan stakeholder, organisasi setempat, tokoh adat, sampai dengan elemen masyarakat paling kecil.

TERIMAKASIH!

Terimakasih kawan telah membaca hingga akhir artikel, semoga artikel ini dapat membantu menambah pengetahuan dan wawasan kawan! Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Jika kawan Travbuck membutuhkan guide, informasi, maupun kendaraan, jangan segan untuk menghubungi kami di media sosial kami ya! Jangan lupa untuk cek artikel kami terkait The Together Digital Programme, Bangun Kapasitas Pelaku Kriya Perempuan di Lombok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *